Senin, 02 Januari 2012

Akhir Riwayat Sang Lutung

Seekor lutung (kera hitam) berjalan terseok-seok di pasir. Akibat jatuh dari pohon, tubuhnya menjadi lemah tak bertenaga. Ia lapar sekali, sementara hutan masih jauh. Dengan memaksa diri, ia tiba di tepi muara sungai. Ia minum dengan rakusnya. “Kenapa kamu pucat lutung? Kamu sakit payah?” tegur seekor ayam hutan besar yang mematuk-matuk udang di tepi muara. “Ya, tolong terbangkan aku ke hutan di seberang muara ini,” pinta lutung. Ayam hutan merasa iba dan setuju, ia terbang membawa lutung yang berpegangan erat di kakinya.

Sesampainya di hutan, lutung tak mau melepaskan kaki ayam hutan. Ia bahkan mencabuti semua bulu ayam hutan yang berwarna kuning keemasan itu. Sang ayam hutan pingsan karena kesakitan. Dia sudah mati, pikir lutung. Kemudian bangkai ayam hutan disembunyikannya di dalam semak belukar, sementara ia pergi mencari api di dalam hutan.

Sang Ayam Hutan kemudian sadar. Dia menangis tersedu-sedu sebab kehilangan semua bulunya. “Heh, kenapa badanmu, siapa yang telah mencabuti bulu-bulumu?” tanya seekor sapi dengan heran. Ayam hutan menceritakan semua pengalamannya. Alangkah marahnya sapi terhadap perlakuan si lutung. “Kurang ajar!” Biarlah kuberi pelajaran lutung itu. Sembunyilah kau di tempat lain,” ujar sapi. Ayam hutan menurutinya. Ketika lutung datang membawa obor dan menanyakan di mana ayam hutan, sapi membohonginya. “Ayam hutan itu rupanya belum mati, ia berenang ke tengah laut,” kata sapi. Lutung meminta sapi mengantarnya ke gundukan batu karang di tengah laut, di mana ia mengira si ayam hutan bersembunyi. Dengan ramah sapi bersedia mengantarnya. Tanpa pikir panjang lutung naik ke punggung sapi yang kemudian berenang ke gundukan batu karang di tengah laut. Akan tetapi, setelah lutung loncat ke gundukan batu karan gitu, segera sapi meninggalkannya. “Semoga kau mampus disergap ikan gurita” ujar sapi. Lutung duduk di puncak batu karang dan menangis. “Mengapa kamu menangis?” tegur seekor penyu. “Aku heran, bagaimana kau dapat ke sini.” Aku naik sampan, kemudian sampanku terbalik dan aku terdampar disini,” jawab lutung berbohong. Karena kasihan, penyu mengantarkan lutung ke pantai. Lutung naik ke punggung penyu.

“Bagaimana kau dapat berenang dengan cepat?” tanya lutung. “Dengan kayuhan kaki-kakiku,” jawab penyu tanpa curiga. Ketika di pantai, lutung ingin melihat kaki penyu. Penyu setuju dan segera tubuhnya dibalikkan oleh lutung. Ternyata lutung segera meninggalkan penyu dalam keadaan terbalik. Ia bermaksud mencari harimau, karena hanya harimaulah yang dapat mengeluarkan daging penyu dari kulitnya yang keras itu.

Penyu menangis dan berteriak-teriak minta tolong. “Mengapa kamu?” tanya seekor tikus yang mendekat. Penyu lalu menceritakan pengalamannya. Tikus pun mejadi sangat marah terhadap lutung yang tak tahu membalas budi itu. Ia bersama tikus-tikus lain menggali pasir di bawah badan penyu, dengan harapan apabila air pasang naik penyu dapat membalikkan tubuhnya dengan mudah. Sementara menunggu kedatangan lutung, tikus-tikus itu menutupi tubuh penyu dengan tubuh mereka sendiri. Dan menari-nari sambil bersayir : “Mari kita ikut gembira ria … bersama sang lutung yang jenaka … yang berhasil menipu Raja Rimba … yang mengira betul ada penyu, padahala hanya kita yang ada…” Lutung yang datang bersama harimau sangan heran, dimanakah penyu? Mendengar syair tikus-tikus, harimau pun menjadi marah karena merasa ditipu. “Mana penyu yang kau katakan itu?” geramnya. Kemudian lutung itu diterkam oleh sang Harimau, dibawa lari kedalam hutan.

Kesimpulan yang berupa dongeng adalah ketika seekor ayam hutan bertanya kepada seekor lutung, “Kenapa kamu pucat lutung? Kamu sakit payah?” tegur seekor ayam hutan besar yang mematuk-matuk udang di tepi muara (mana bisa seekor binatang bisa berkomunikasi). Lalu lutung pun meminta bantuan kepada ayam hutan untuk terbangkan dia ke hutan yang di seberang muara ini karena ayam hutan merasa iba maka ayam hutan menyetujui permintaan lutung, akhirnya ayam hutan terbang membawa lutung yang berpegangan erat di kakinya (tidak ada ayam yang bisa terbang apalagi membawa seekor lutung).

Sesampainya di hutan, lutung tak mau melepaskan kaki ayam hutan. Ia bahkan mencabuti semua bulu ayam hutan yang berwarna kuning keemasan itu (bulu ayam tidak ada yang berwarna kuning keemasan). Sang ayam hutan pingsan karena kesakitan. Dia sudah mati, pikir lutung. Kemudian bangkai ayam hutan disembunyikannya di dalam semak belukar, sementara ia pergi mencari api di dalam hutan (seekor lutung tidak mungkin mempunyai akal pikiran untuk menyembunyikan bangkai ayam yang sudah mati karena yang diberikan akal pikiran hanya manusia).

“Heh, kenapa badanmu, siapa yang telah mencabuti bulu-bulumu?” tanya seekor sapi dengan heran. Ayam hutan menceritakan semua pengalamannya. Alangkah marahnya sapi terhadap perlakuan si lutung (seekor binatang dalam kehidupan nyata tidak ada yang bisa berbicara apalagi untuk bertanya dan menjelaskan pengalaman seperti sapi dan ayam hutan yang sedang berbicara). Lutung datang membawa obor dan bertanya kepada sapi di mana ayam hutan, “Ayam hutan itu rupanya belum mati, ia berenang ke tengah laut” jawab sapi berbohong. Lutung meminta sapi mengantarnya ke gundukan batu karang di tengah laut, di mana ia mengira si ayam hutan bersembunyi. Setelah lutung diantarkan sapi ke batu karan lalu lutung loncat ke gundukan batu karan itu sapi langsung meninggalkannya. “Semoga kau mampus disergap ikan gurita” kata sapi (kalau dipikir dengan akal sehat tidak mungkin seekor ayam bisa berenang apalagi sampai ke tengah laut dan seekor sapi tidak mungkin mempunyai pikiran untuk membalas dendam). Saat lutung menangis lalu seekor penyu bertanya, “Mengapa kau menangis? Aku heran, bagaimana kau bisa sampai ke sini?” tegur seekor penyu. Aku naik sampan, kemudian sampanku terbalik dan aku terdampar disini,” jawab lutung berbohong. Karena kasihan, penyu mengantarkan lutung ke pantai. Lutung naik ke punggung penyu (seekor lutung tidak akan menangis karena lutung sangat licik dan pintar memutarbalikkan fakta dan lutung tidak akan pernah bisa naik ke punggungnya penyu, ia tidak bisa membawa beban di atas punggungnya).

Ketika di pantai, lutung ingin melihat kaki penyu. Penyu setuju dan segera tubuhnya dibalikkan oleh lutung. Ternyata lutung segera meninggalkan penyu dalam keadaan terbalik. Ia bermaksud mencari harimau, karena hanya harimaulah yang dapat mengeluarkan daging penyu dari kulitnya yang keras itu (lutung tidak bisa membalikkan tubuh penyu karena tubuh penyu berat dengan tempurungnya).

Penyu menangis dan berteriak minta tolong. “Mengapa kamu?” tanya seekor tikus yang mendekat. Penyu lalu menceritakan pengalamannya. Tikus pun mejadi sangat marah terhadap lutung yang tak tahu membalas budi itu (seekor penyu tidak dapat menangis apalagi berteriak untuk minta tolong dan menceritakan pengalamannya yang telah terjadi terhadap dirinya kepada si tikus karena semua binatang tidak ada yang bisa berbicara). Sementara menunggu kedatangan lutung, tikus-tikus itu menutupi tubuh penyu dengan tubuh mereka dan menari-nari sambil bersayir : “Mari kita ikut gembira ria … bersama sang lutung yang jenaka … yang berhasil menipu Raja Rimba … yang mengira betul ada penyu, padahal hanya kita yang ada…” (sangat tidak logis bila tikus bisa menari dan bernyanyi). Lutung yang datang bersama harimau sangan heran, dimanakah penyu? Mendengar syair tikus-tikus, harimau pun menjadi marah karena merasa ditipu. “Mana penyu yang kau katakan itu?” geramnya. Kemudian lutung itu diterkam oleh sang Harimau, dibawa lari kedalam hutan (siapapun tidak bisa bersahabat dengan harimau apabila ada sesuatu yang di dekatnya maka harimau akan menerkam apalagi seekor lutung hanya mengadu kalau ada seekor penyu, belum sempet mengadu juga pasti harimau sudah langsung menerkam lutung itu).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar